Kamis, Juni 25, 2009

BPK: Laporan Keuangan Pemerintah Buruk

Badan Pemeriksa Keuangan kembali tidak menyatakan pendapat atau disclaimer atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2008. Dengan demikian, selama lima tahun berturut-turut, BPK telah memberikan opini disclaimer terhadap LKPP. Opini atas LKPP yang terus memburuk menggambarkan bahwa perbaikan sistem keuangan negara belum terjadi secara menyeluruh pada semua departemen/lembaga negara. Belum ada kesungguhan dan upaya yang mendasar, petunjuk maupun program terpadu dari pemerintah, ujar Ketua BPK Anwar Nasution, Selasa (8/6) di Nusantara II DPR RI, Jakarta. BPK menemukan sembilan pokok permasalahan berkaitan dengan pemberian opini disclaimer tersebut.



Pertama, belum adanya sinkronisasi UU Keuangan Negara Tahun 2003-2004 dengan UU Perpajakan dan UU PNBP ataupun ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku. Kedua, masih adanya pungutan yang tidak memiliki dasar hukum dan dikelola di luar mekanisme APBN.


Ketiga, belum adanya keterpaduan antara Sistem Akuntansi Umum yang diselenggarakan oleh Departemen Keuangan dan Sistem Akuntasi Instansi yang diselenggarakan departemen/lembaga sehingga masih ada selisih di antara keduanya. Penerimaan perpajakan yang belum dapat direkonsiliasikan mencapai Rp 3,43 triliun, ujar Anwar. Keempat, rekening liar belum terintegrasi dan terekonsiliasi dalam suatu treasury single account. Kesalahan pembukuan masih terjadi, seperti kesalahan pembebanan pengakuan pendapatan PBB Migas dan Panas Bumi atas Kontraktor Kontrak Kerja Sama sebesar Rp 5,33 triliun, ujarnya. Kelima, inventarisasi aset negara di berbagai instansi pemerintahan berjalan sangat lambat dan penilaiannya belum seragam. Keenam, belum ada program untuk menyatukan sistem teknologi informasi pemerintah.


Ketujuh, belum ada program yang mendasar untuk meningkatkan jumlah SDM pemerintah dalam bidang pembukuan dan akuntansi. Kedelapan, belum ada program mendasar untuk memberdayakan inspektur jenderal/satuan pengendalian intern dan bawasda dalam peningkatan mutu penyusunan laporan keuangan maupun pemberantasan korupsi. Terakhir, peranan BPJP tetap tidak jelas dalam pembangunan sistem akuntansi pemerintah maupun pemberdayaan pengawas internal pemerintah, ujar Anwar. Kemudian, BPK kembali menegaskan enam langkah untuk memperbaiki kelemahan pokok transparansi dan akuntabilitas pengelolaan negara. Pertama, perlunya penerapan treasury single account secara utuh dan menyeluruh. Kedua, perlunya penerapan anggaran berbasis kinerja. Ketiga, perlunya sistem aplikasi penyusunan laporan keuangan pemerintah yang terintegrasi dan andal. Keempat, perlunya kebijakan tentang pengadaan SDM di bidang akuntasi.


Kelima, perlunya quality assurance berupa penataan kembali fungsi pengawasan internal seperti BPKP, inspektorat jenderal/satuan pengendali intern, dan badan pengawasan daerah. Keenam, pembentukan panitia akuntabilitas publik agar dapat mendorong pemerintah menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dan memantau pelaksanaan APBN dan APBD secara keseluruhan. HIN



Sumber: Kompas.Com Selasa, 9 Juni 2009 11:50 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar