Jumat, Juli 31, 2009

Kedaulatan Negara Akan Terus Terancam 64 Tahun Merdeka, Masalah Perbatasan Belum Juga Tuntas

Ketidakseriusan pemerintah menangani masalah perbatasan lambat laun akan menggerus kedualatan wilayah negara. Konflik perbatasan sudah bukan barang baru bagi Indonesia. Sejak medeka hingga usai negara mencapai 64 tahun, perseteruan dengan negara tentangga terus terjadi. Tidak pernah tuntas. Kalaupun tuntas, hasilnya menyakitakan. Garis tepi perbatasan Indonesai bergeser ke dalam dan kepuluan Indonesia berpindah kepemilikan asing.

Pengamatan intelijen Susaningtyas NH Kertapati menjelaskan, konflik politik pemerintahan terjadi karena sikap politik pemerintah Indonesia yang ambivalen dan penuh keraguan. Tidak ada keseriusan dari pemerintah untuk mempertahankan perbatasandan pulau-pulau terluar Indonesia dengan kebijakan yang komprehensif.

”Jika yakin satu wilayah mau dipertahankan, sebaiknya pemerintah sungguh-sungguh memikirkan kesejahteraan rakyat di daerah tersebut. Kalau tidak, bisa gawat. Mereka bisa saja membelot”, katanya kepada rakyat Merdeka, kemarin.

Wanita yang biasa disapa Nuning ini mengigatkan, ketidakseriusan pemerintah dalam mengelola perbatasan akan sangat berpengaruh pada psikologis masyarakat di kawasan perbatasan,. Karena itu pemerintah hanya bisa mensejahterakan warga di daerah perbatasan dan pulau terluar itu.

”Dengan begitu merak merasa bahagia menjadi warga negara Indonesai (WNI). Harus ada welfare policy yang tepat bagi mereka”, ujarnya. Perbatasan, lanjutnya, tidak saja mengandung nilai strategis polids, pertahanan keamanan, sosial budaya, tetapi juga menilai ekomis yang serta strategis bagi gerak langkah roda perekonomian. ”terutaman bagi masayarakat yang hidup berdampingan dalam kawasan wilayah perbatasan suatu negara”.

Senada dengan Nuning, Ketua Umum Keluarga Besar Putra-Putri Polri (KBPPP) yang juga Direktur Jenderal Soedirman Center (JSC) Bugiakso mengatakan, masalah perbatasan merupakan simbol dari kedaulatan Indonesia secara teritorial. Karenanya, pemerintah diharapkan serius menangani masalah wilayah perbatasan dengan negara tetangga.

”Jika tidak mendapatakan perhatian serius masalah wilayah perbatasan, dikhawatirkan Indonesia akan mnegalami rongrongan dari negara tetangga yang berpotensi mengancam kedaulatannya”, katanya dalam acara Deklarasi dan pelantikan Dewan Pengurus Propinsi Ormas Benteng Kedaulatan (BK) Jawa Timur, di Kota Blitar, Selasa (17/2).

Bugiakso mengimbau agar pemerintah dan legilatif bisa memperhatikan keberadaan pulau-pulau terluar Indonesia. Kasus Sipadan dan Ligitan tidak perlu terulang lagi di masa mendatang. ”Perlu langkah yuridis dengan menerbitkan undang-undang yang menegaskan batas teritorial Indonesia dan keberadaan pulau-pulau terluar yang kita miliki”, cetusnya

Cucunya pahlawan nasioanl Jenderal Besar Soedirman itu mencontohkan kasus hilangnya sepuluh patok pembatas diperbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimantan Barat. Fakta itu, kata dia , bukti pemerintah masih belum serius menangani masalah perbatasan tersebut.” Pemerintah sebaiknya tidak main-main dalam menaggapi keberadaan pulau Miangas di Sulawesi Utara yang kedepan akan berpotensi menimbulkan sengketa dengan Filipina”. Tegasnya

Bukan Cuma Tanggung Jawab Dephan dan TNI

Sementara itu , pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) Connie Rahakundini Bakrie menyoroti ketiadaan lembaga khusus yang mengurusi wilayay perbatasan dan pulau-pulau terluar saat ini, penanganan perbatasan sangat sektural dengan program kerja masing-masing. Bahkan, kata dia , masalah perbatasan seolah baginya menjadi tanggung jawab Departemen Pertahanan dan TNI. Padahal, kata Connie, satuan TNI yang berada di perbatasan merupakan satuan organik (Status di bawah kendali operasi Kodim/Korem/Kodam daerah perbatasan).

”Sedangkan peran dan tanggung jawab Pemda, Polri, Imigrasi Bea Cukai, kurang terlihat. Padahal pengamanan garis perbatasan menyangkut masalah geografis, demografi dan konsidi sosial masyarakat yang harus ditangani secara terpadu antara pemerintah daerah dengan pusat dan instansi terakati dan dibawah pengendalian satu komando”, ungkapnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Uniknya, kata dia meski peranan TNI sampat penting dalam menjaga perbatasan namun grand desigr Sishankamrata dan postur TNI ideal belum menjadi kebijakan. ” Seharusnya pemerintah terlebih dahulu membuat konsepsi tentang Sistem Pertahanan dan Keamanan Negara, postur TNI, Polri dan Rakyat yang wajib terlibat dalam upaya Pertahanan Negara. Dari sinilah akan bisa dilihat penanganan daerah perbatasan dan pulau-pulau terlura”, cetusnya .

Dia menambahkan, problem lain di perbatasan dan pulau-pulau terluar adalah dukungan anggaran yang masih sangat kecil dan tidak memadai dibandingkan dengan beban tanggung jawab dalam rangka menjamin keutuhan dan kedaulatan NKRI. Selain itu, kualitas diplomasi luar negeri Indonesia juga masih lemah.

”Jadi sebenarnya kita tidak perlu kaget, kebakaran jenggot dan marah jika ada persoalan-persoalan sepuatar perbatasan dengan negara lain. Ini karena memang masalah perbatasan dan pulau-pulau terluar Indonesia tidak pernah diurus dengan komprehensif dan integral tandas Connie.

Rakyat merdeka. Sabtu, 21 februari 2009/RN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar